A.
Manajemen
Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh serta Pengimplementasiannya di Indonesia
a. Pengelolaan
Zakat Menurut UU No. 23 Tahun 2011
Pengelolaan zakat berarti cara mengelola zakat, namun
yang dimaksudkan disini merupakan bagaimana memperlakukan zakat mulai dari
pengumpulan hingga pendistribusiannya. Dalam UU No. 23 tahun 2011 tentang
"pengelolaan zakat" telah dijelaskan dengan gamblang bagaimana
pengelolaan zakat dan telah disebutkan juga lembaga - lembaga yang berwenang
untuk mengurus aliran zakat agar terdistribusi dengan benar dan sesuai ajaran
agama. (Safriani,
2016)
Berikut merupakan gambaran bagaimana zakat dikelola :
Menurut UU No. 23 tahun
2011 tentang pengelolaan zakat
1. Pada bab I pasal 2
disebutkan bahwa "Pengelolaan zakat berasaskan:
a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas.
2. Pada bab yang sama
dan pada pasal 3 disebutkan bahwa
"Pengelolaan zakat
bertujuan:
a.
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b.
meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan."
3.
Pada bab II dalam UU terkait membahas tentang pihak pengelola zakat, disitu
disebutkan bahwa pengelola zakat ada dua macam yaitu BAZNAS (Badan Amil Zakat
Nasional) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat). Masing - masing memiliki tugas yang
berbeda dimana BAZNAS bertugas untuk mengelola zakat ditingkat nasional,
provinsi, kabupaten / kota. Selain utu, BAZNAS bertanggung jawab penuh kepada
Presiden dengan cara membut laporan tertulis kepada Presiden melalui Menteri
dan DPR RI paling sedikit satu kali dalam setahun. Sedangkan untuk LAZ memiliki
tugas untuk membantu BAZNAS dalam melaksanakan tugasnya, dan LAZ berkewajiban
untuk melaporkan pelaksanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat yang telah di audit kepada BAZNAS secara berkala.
4.
Pada bab III dalam UU terkait dijabarkan mengenai pengumpulan, pendistribusian,
pendayagunaan, hingga pelaporannya. Dibawah ini akan dibahas satu persatu mulai
dari pengumpulan hingga pelaporan :
4.1.
Pasal 21 sampai pasal 24 (pengumpulan) disebutkan bahwa muzaki dapat menghitung
kewajiban zakatnya sendiri, tetapi jika tidak bisa melakukannya maka muzaki
dapat meminta bantuan BAZNAS, kemudian BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti
setoran zakat kepada setiap muzaki yang dapat digunakan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak.
4.2.Pasal
25 dan pasal 26 (pendistribusian) disebutkan bahwa pendistribusian zakat wajib
didistribusikan keada mustahik sesuai dengan syariat islam berdasarkan skala
prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
4.3.Pasal
27 (pendayagunaan) menjelaskan jika zakat dapat didayagunakan untuk usaha
produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat,
pendayagunaan zakat ini dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah
terpenuhi.
4.4.
Pasal 28 (pengelolaan ZIS dan dana sosial lain) menyatakan bahwa BAZNAS dan LAZ
tidak hanya menerima zakat. Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat
menerima infaq, shodaqoh, dan dana sosial lainnya yng harus dicatat dalam
pembukuan tersendiri. Untuk pendistribusian dan pendayagunaannya dilakukan sesuai syariat islam dan dilakukan
sesuai dengan peruntukan yang dikatakan oleh pemberi.
4.5.Pasal
29 (pelaporan) menjelaskan bahwa sistem pelaporan untuk lembaga amil zakat itu
meruncing keatas, maksudnya adalah semakin besar cakupan wilayahnya dan
tugasnya maka pertanggung jawabannya semakin tinggi pula.
b. Implementasi
di Indonesia
Pengelolaan zakat menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat beberapa sudah dapat dilakukan di Indonesia, diantaranya :
1.
Asas - asas pengelolaan zakat yang sudah sesuai dengan UU terkait yang mencakup
syariat islam, amanah, manfaat, adil, dll.
2.
Sudah banyak lembaga - lembaga yang bergerak dibidang amil zakat seperti
BAZNAS, lumbung rezeki, beberapa LAZ yang diakui (LAZ Dompet Dhuafa Republika,
LAZ Yayasan Amanah Tafakul, dll.)
3.
Pendistribusian zakat kepada mustahik yang tepat sesuai dengan syariat islam.
B.
Mekanisme Pengelolaan hasil zakat,
Infaq, dan Shadaqah
Dalam pengelolaan hasil
zakat, terdapat istilah pendistribusian dan pendayagunaan. Istilah
pendistribusian yang berarti penyaluran atau pembagian kepada orang-orang yang
berhak mendapatkan zakat (mustahiq) secara konsumtif. Sedangkan istilah
pendayagunaan berasal dari kata daya-guna yang berarti dapat menghasilkan hasil
atau manfaat. Istilah pendayagunaan ini dapat diartikan pemberian zakat kepada
mustahiq secara produktif dengan tujuan agar zakat dapat mendatangkan manfaat. (Hafidhuddin, 2002)
Pengelolaan
hasil zakat adalah inti dari seluruh kegiatan pengumpulan zakat. Dalam
mengoptimalkan fungsi zakat sebagai amal ibadah sosial mengharuskan
pendistribusian zakat diarahkan pada model
konsumtif dan model produktif, akan tetapi yang paling disarankan yakni pada
model produktif seperti ketentuan yang tercantum dalam UU No.38 Tahun 1999
tentang pengelolaan zakat.
Para
amil zakat dapat melakukan pembagian porsi hasil pengumpulan zakat, misalanya
60% untuk zakat konsumtif dan 40% untuk zakat produktif. Hasil pengumpulan
zakat secara konsumtif bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi
para mustaḥiq melalui pemberian langsung, maupun melalui lembaga-lembaga yang
mengelola fakirmiskin, panti asuhan, maupun tempat- tempat ibadah yang
mendistribusikan zakat kepada masyarakat. Sedangkan program penyaluran hasil
zakat secara produktif dapat dilakukan melalui program bantuan pendidikan gratis dalam bentuk beasiswa,
pelayanan kesehatan gratis, dan lain sebagainya. Sistem pendistribusian zakat,
infaq, dan shadaqah yang dilakukan haruslah mampu mengangkat dan meningkatkan
taraf hidup umat Islam, terutama para penyandang masalah sosial karena baik Lembaga
Amil Zakat maupun Badan Amil Zakat Nasional memiliki misi mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. (Safriani, 2016)
C. Peranan
Pemerintah dalam Pengelolaan Zakat
Indonesia
merupakan negara yang berpenduduk mayoritas muslim, sehingga sangatlah wajar
apabila zakat disosialisasikan dan dikembangkan dengan baik dikalangan umat
Islam. Dalam proses ini pemerintah dapat memerankan diri sebagaimana yang
diperankan oleh khalifah Abu Bakar, hanya saja yang membedakannya adalah
perangkat hukum yang diperlukan dalam pelaksanaan zakat.
Ada
tiga hal yang bisa diperankan oleh pemerintah dalam pengelolaan zakat, yaitu:
a. Pemerintah dapat berperan secara penuh sebagai
penanggung jawab, pelaksana atau pengelola dan sekaligus menjadi kekuatan
penekan.
b. Pemerintah hanya menjadi kekuatan penekan,
sedangkan peran yang lainnya diserahkan kepada lembaga swasta.
c. Pemerintah memiliki wewenang sebagai penindak
dan pemberi sanksi kepada pengingkar zakat, selain itu lembaga swasta zakat
juga dapat melaporkan pengingkar zakat
kepada pemerintah. (Subianto, 2004)
REFERENSI
Hafidhuddin,
D. (2002). Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press.
Safriani,
A. (2016). Tanggung Jawab Negara Terhadap Pengelolaan Zakat Menurut Undang -
Undang. Jurnal Jurisprudentie , 3.
Subianto,
A. (2004). Shadaqah, Infaq, dan Zakat Sebagai Instrumen Untuk Membangun
Indonesia Bersih, Sehat, dan Benar. Jakarta: Yayasan Bermula Dari Kanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar