Minggu, 20 Oktober 2019

Pendistribusian Dana Zakat pada Baznas dan Laz di Jawa Timur


Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbsesar di dunia. Islam ialah sebuah agama yang bersifat universal yang didalam nya tidak hanya mengajarkan tentang hubungan anatara manusia dengan tuhan nya saja akan tetapi didalam islam juga mengatur tentang hubungan antara manusia dengan manusia yang biasa disebut dengan muamalah. Muamalah adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan, yakni melalui kegiatan perekonomian. Islam mengajarkan untuk bermuamalah yang sesuai dengan Al Quran dan Hadist agar dapat menjamin keselamatan kesejahteraan , dan kemakmuran masyarakat. Jadi dalam hal ini islam sangat menilai pentingnya keadilan agar dapat tercipta masyarakat adil, makmur dan sejahterah. Hal tersebut diwujudkan melalui salah satu lembaga yang disebut dengan Zakat. Zakat merupakan rukun islam yang memiliki fungsi untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam bidang ekonomi sehingga tidak terjadi kerenggangan antara orang miskin dan orang kaya.
Negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk mayoritas penduduk muslim memiliki potensi yang sangat besar jika dimanfaatkan dengan baik sebagai pengelola dana zakat, infaq dan sedekah. Di Indonesia sendiri telah ada lembaga pengeloaan zakat yang telah diakui oleh pemerintah lembaga tersebut ialah Badan Amil Zakat(BAZ) Dan lembaga Amil Zakat (LAZ). Kedua Lembaga tersebut mendistribusikan Dana Zakat di Indonesia melalui dua macam kategori yakni, Zakat Untuk Konsumtif dan Zakat Untuk Produktif. Badan amil zakat nasional adalah sebuah organisasi yang memiliki tugas untuk mengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah. Baznas berkedudukan ditiap tiap kabupaten atau kota. Salah satunya ialah baznas jawa timur, baznas Surabaya dan baznas gresik. Rata rata yang membayarkan zakat nya di baznas ialah pejabat, PNS, Dan birokrat. Mekanisme yang digunakan dalam pembayaran zakat penghasilan ialah dapat dilakukan dengan cara potong gaji langsung akan tetapi harus dengan persetujuan dari PNS yang bersangkutan. Cara lain nya ialah dengan melakukan pembayaran secara langsung. Meskipun dalam hal terebut baznas memiliki segmen utama yaitu pejabat dan pegawai lingkungan pemerintah daerah, baznas juga menerima pembayaran zakat yang dilakukan oleh masyarakat umum. Akan tetapi dalam realita nya pembayaran zakat yang dilakukan oleh PNS dan Masyarakat umum tidak menyalurkannya melalui baznas. Hal tersebut merupakan salah satu kendala karena kesadaran masyarakat dalam membayar zakat dan kurang nya kepercayaan terhadap lembaga BAZNAS sangat rendah. Hal tersebut mempengaruhi jumlah penerimaan Baznas. berdasarkan data BAZNAS Jatim potensi penerimaan zakat dijawa timur tahun 2012 mencapat 13.359.000,00.
Penyaluran Baznas Dan Laz Juga Berbeda Penyaluran BAZNAS pada umumnya didistribusikan bersinergi dengan Program yang diterapkan oleh pemerintah berbeda dengan laz yang biasanya bersinergi dengan kegiatan inti lembaga induk dan pemberdayaan masyarakat, laz juga pada umumnya bersinergi dengan beberapa kegiatan salah satunya ialah pesanteren, masjid dan yayasan anak yatim. Laz Baitul Maal Hidayatullah dibawah yayasan Hidayatullah dimana Laz Ini menauungi kegiatan dakwah, pendidikan sekolah Islam dan pesantren. Dalam upaya untuk meningkatkan potensi penerimaan zakat, bmh melakukannya dengan cara jemput zakat dimana amil memiliki tugas untuk menggali potensi zakat melalui donator tetap selain itu juga melayani pembayaran zakat yaitu dengan cara mendatangi kerumah atau kantor. Selain itu terdapat LAZ Masjid alfalah Dimana yayasan tersebut mengelola masjid dan lembaga pendidikan Al Falah. Dalam hal untuk meningkatkan pendapatan zakat YDSF mempunyai metode yang berbeda jika dibangdingkan BMH. YDSF membuka sebuah konter di tepat pemberlanjaan dengan dibukanya konter tersebut memiliki tujuan agar kesadaran akan berzakat dapat meningkat.
Dana Zis Yang dikelola Baznas atau Laz ini disalurkan kedalam berbagai bidang diantaranya yaitu untuk pendidikan, pemberdayaan ekonomi, peningkatan akivitas dakwah atau bantuan kemanusian adapun pendistribusian dana zakat diatur menurut kriteria delapan asnaf yang telah diatur dalam Al Quran dan tidak boleh untuk yang lain. Adapun kedelapan asnaf tersebut ialah Fakir, Miskin, Amil, Mualaf, gharim, Sabilillah, Ibnu Sabil yang diatur dalam al quran.
Pendistribusian Dana Zakat Infaq Dan Shadaqoh yang dilakukan oleh baznas jatim atas azas berhasil guna dan berdaya guna, pada tahun 2013 baznas jatim nedistribuskan untuk 5 kegiatan utama antara lain :
1.      Program Ekonomi (Jatim Makmur)
Dalam rangka untuk pendistribusian dalam bidang ekonomi BAZNAS daerah Jawa Timur Mengimplementasikan nya untuk zakat produktif ke berbagai kegiatan antara lain :
a.       Memberikan pelatihan keterampilan Kepada UMK Yang bekerjasama dengan balai latihan kerja dan dinas koperasi.
b.      Para Mustahik diberikan sebuah bantuan untuk alat kerja agar dapat memulai dan mengembangkan usaha
c.       Memberikan bantuan berupa modal tambahan yang diberikan kepada UMKM . modal bergilir yang digunakan dengan akad Qard Hasan bantuan tesebut diberikan kepada Ukm yang ushanya telah beroperasi
2.      Program Pendidikan (Jatim Cerdas)
Program selanjutnya ialah pendistribusian dana zakat pada bidang pendidikan, pada bidang ini diutamakan dalam pemberian beasiswa. Program ini dulunya hanya diperuntukan kepada siswa SD, SLTP, Dan SLTA. Namun pada tahun 2006 Baznas Daerah Jawa Timur Lebih berfokus menyalurkan dana nya pada SLTA/MA/Diniyah Ulya dan Mahasiswa.



3.      Program kesehatan (Jatim sehat)
Program ini bertujuan umtuk memberikan sebuah pelayanan untuk Dhuafa, dalam program ini terbagi menjadi 2 macam kegiatan yaitu kegiatan bersifat reaktif incidental dan proaktif elektif. Untuk program incidental diarahkan keadalam bentuk pengobatan missal dimana program ini tersebar di berbagai daerah yang merupakan daerah rawan penyakit dan Miskin. Sedangkan untuk program elektif diimplementasikan kedalam bentuk pembukaan pos pelayanan yang tersebar diberbagai pemukiman dhuafa yakni berada di ketintang, keputran, medokan dan menanggal.
4.      Program Sosial (Jatim Peduli)
                 Dana zakat selanjutnya digunakan untuk program sosial dimana dalam program ini diutamakan untuk menolong fakir dan miskin yang sedang tertimpa musibah. Program yang diberikan ini berupa bantuan komsumtif yaitu berupa santunan. Dalam program ini dibagi menjadi 2 model yaitu Insidental dan Berkelanjutan. Santunan incidental yang diberikan diarahkan untuk memperbaiki rumah dan bantuan yang diakibatkan oleh bencana alam yang tersebar di berbagai wilayah. Untuk santunan berkelanjutan ialan berbentuk bantuan fakir setiap bulan.
5.      Program Dakwah (Jatim Taqwa)
          Program yang terakhir ialah program dakwah yang lebih berfokus sebagai penguatan keimanan para dhuafa. Selain tiu untuk mensosialisasikan zakat kepada masyarakat. Dalam program ini nantinya akan dikirimkan beberapa Dai ke masyarkat yang dapat berceramah untuk khutbah jum’at atau juga sebagai safari ramadhan di instansi.

           Baznas Jatim memiliki tugas yaitu pengumpulan, pendistribusian dan pemberdayaan usaha kecil menengah. Tujuan Dari Baznas Ialah untuk mengaplikasinya dana zakat yang telah dibayarkan kedalam program program kegiatan ekonomi agar ekonomi masyarakat dapat meningkat dan membangun ketahan ekonomi mikro. Upaya baznas dalam penataan pedagang yaitu dengan memberikan para pedagang tersebut sebuah bimbingan, pelatihan dan pendampingan dari BAZNAS, kegiatan tersebut memiliki tujuan untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan Mustahik, dikarenakan para mustahik tersebut memiliki potensi yang bisa dikembangkan dan mereka membutuhkan sebuah dorangan atau motivasi.


Referensi
1.      FIRDAUS, GLADIS DESITA. 2018. OPTIMALISASI PENYALURAN ZAKAT MELALUI PROGRAM EKONOMI JATIM MAKMUR DI BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS) PROVINSI JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MUSTAHIK. SKRIPSI
2.      Purbasari, Indah. 2015. PENGELOLAAN ZAKAT OLEH BADAN DAN LEMBAGA AMIL ZAKAT DI SURABAYA DAN GRESIK. MIMBAR HUKUM Volume 27, Nomor 1.
3.      AFDLOLUDDIN. 2015ANALISIS PENDISTRIBUSIAN DANA ZAKAT BAGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Pada Lembaga Amil Zakat Dhompet Dhuafa Cabang Jawa Tengah). Skripsi

Jumat, 04 Oktober 2019

Pengaruh zakat terhadap konsumsi agregat dan pasar kerja


PEMBAHASAN
Teori Konsumsi
            Rahardja & Manurung (2008) menjelaskan teori konsumsi yang diajukan oleh John Maynard Keynes. Teori ini biasanya disebut  Keynesian Consumption Model. Menurut Keynes, konsumsi saat ini dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini, sehingga berlaku fungsi C = f(Y), di mana konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan. Namun ada batasan konsumsi minimum yang tidak tergantung pada tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi harus dipenuhi walaupun tingkat pendapatan sama dengan 0. Hal ini disebut konsumsi otonom (autonomous consumption). Apabila pendapatan disposabel meningkat maka konsumsi juga akan meningkat, namun peningkatan konsumsi tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel. Lebih lanjut, Rahardja dan Manurung (2008) memaparkan beberapa faktor yang memengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga,  antara lain adalah pendapatan rumah tangga, kekayaan rumah tangga, jumlah barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat, tingkat bunga, perkiraan tentang masa depan, kebijakan pemerintah mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan, jumlah dan komposisi penduduk (usia, pendidikan, dan wilayah tinggal), serta faktor sosial budaya.
            Iqbal (1985) menjelaskan teori konsumsi Islam yang dikemukakan oleh Ausaf dan Metwally bahwa MPC mustahik lebih tinggi daripada muzakki sehingga MPC, APC, dan konsumsi agregat dalam ekonomi Islam akan lebih tinggi daripada ekonomi sekuler. Dimulai dari fungsi konsumsi Keynes: CS  = a + bY  dalam  ekonomi sekuler. Untuk memperoleh fungsi konsumsi agregat, penduduk dibagi menjadi dua kelompok yaitu muzakki (pembayar zakat) dan mustahik (penerima zakat).  Muzakki mentransfer proporsi tertentu (α) dari pendapatannya  kepada  mustahik  karena pungutan wajib zakat.

Pasar Kerja
Menurut  Suroto (1990), Pasar Kerja adalah seluruh kebutuhan dan persediaan tenaga kerja, atau seluruh permintaan dan penawaran dalam masyarakat dengan seluruh mekanisme yang memungkinkan adanya transaksi produktif diantara orang menjual tenaganya dengan pihak pengusaha yang membutuhkan tenaga tersebut.
            Pasar kerja adalah area bebas yang di mana pekerja dapat direkrut untuk mengisi berbagai macam posisi, seperti sekretaris, mekanik, kasir, dan sebagainya.
 menurut Simanjuntak (2001 : 101), pasar kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pelaku ini terdiri dari :
1. Yang membutuhkan Pengusaha tenaga.
2. Pencari Kerja
3. Perantara atau pihak ketiga yang memberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk saling berhubungan.

Pengaruh Zakat terhadap Konsumsi Agregat

Pengaruh zakat terhadap perilaku konsumsi tergantung pada empat faktor :
1.      Perbedaan hasrat konsumsi muzakki dan mustahik
2.      Tingkat jumlah penduduk yang menerima zakat
3.      Nilai zakat yang tersalurkan pada qkelompok miskin
4.      Metode pendistribusian zakat pada mustahik
            Analisis zakat terhadap konsumsi juga dipengaruhi oleh perilaku konsumsi yang dianut masyarakat. Apabila perilaku konsumsi yang dianut adalah konsumsi konvensional, maka akan sulit membuat zakat mampu memberikan dampak pada kehidupan ekonomi. Akan tetapi jika perilaku konsumsi yang diterapkan adalah perilaku konsumsi islam, maka zakat akan berpengaruh pada volume konsumsi khususnya konsumsi agregat. (Nurlita, 2017)
            Dampak kecil dari distribusi zakat pada konsumsi mungkin disebabkan oleh digunakannya data konsumsi agregat umat muslim dan non muslim, sementara zakat yang terkumpul hanya disalurkan untuk memenuhi kebutuhan umat muslim saja. Dalam hal ini zakat berpengaruh secara tidak langsung terhadap konsumsi.
            Zakat yang didistribusikan kepada orang yang membutuhkan akan memberikan pengaruh lebih besar pada permintaan agregat karena kebutuhan konsumsi terhadap golongan ini cenderung lebih besar. Menurut Monzer Kahf (537:1998) terdapat beberapa studi bahwa beberapa ekonom muslim telah berpendapat bahwa secara agregat konsumsi akan bertambah sejalan dengan bertambahnya pendapat dari zakat.
            Pengaruh zakat pada fungsi konsumsi menurut Metwally disimpulkan sebagai berikut :
1.      Disebabkan zakat, baik APC maupun MPC akan lebih tinggi dalam ekonomi islam daripada ekonomi non islam (konvensional)
2.      Disebabkan zakat jurang pemisah investasi untuk menutupi kesenjangan antara pendapatan dengan konsumsi menjadi relative lebih kecil daripada tanpa menggunakan zakat
            Dapat disimpulkan bahwa pengaruh zakat terhadap konsumsi agregat adalah berbanding lurus. Bahwa secara agregat konsumsi akan bertambah sejalan dengan bertambahnya pendapatan dari zakat. Zakat yang didistribusikan akan memiliki dampak terhadap konsumsi agregat, namun dampaknya kecil karena zakat hanya didistribusikan kepada umat muslim.

Pengaruh Zakat terhadap Pasar Kerja
Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang memiliki dampak horizontal yaitu sebagai gerakan dari distribusi kekayaan yang adil dan merata dan memberikan dampak positif bagi penerimanya. Pengelolaan dana zakat dapat didistribusikan melalui dana konsumtif dan dana produktif  (Umar, 2008). Dalam hal ini, akan dibahas dana produktif. Bagi penerima zakat dana produktif, dana tersebut dapat digunakan sebaagai modal usaha sehingga dapat mencukupi kebutuhannya. Oleh sebab itu zakat berpengaruh terhadap pasar kerja, karena secara tidak langsung dapat mengurangi pengangguran. Pengaruh zakat dalam perekonomian juga dapat meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan produktifitas perusahaan yang berimbas pada penyerapan tenaga kerja.  (Beik, 2009)
            Agus Khalifatullah Sadikin selaku kepala divisi baitul mal muamalat mengatakan bahwa baitul mal muamalat memiliki program zakat yang membantu pengentasan pengangguran melalui program komunitas usaha mikro muamalat berbasis masjid (KUM3). Pada dasarnya zakat itu mengandung makna produktif karena ditujukan untuk memberdayakan kaum fakir miskin dalam rangka keluar dari jeratan kemiskinan (Qadir, 2001).
            Dengan adanya zakat, permintaan tenaga kerja semakin bertambah dan akan mengurangi pengangguran. Zakat akan meningkatkan produksi dan investasi dalam dunia usaha sehingga permintaan tenaga kerja meningkat. Zakat memiliki peran signifikan untuk mengatasi pengangguran sekaligus kemiskinan (Khatimah, 2004). Tujuan zakat bukan hanya mengurangi pengangguran jangka pendek, akan tetapi juga bertujuan untuk mengentaskan pengangguran dalam jangka panjang, dengan cara mendayagunakan harta zakat untuk memodali mereka yang sebenarnya masih mampu mengembangkan dan mencukupi kebutuhan dirinya sendiri.


REFERENSI
Beik, I. S. (2009). Analisis Peran Zakat Dalam Mengentasi Kemiskina, Zakat & Empowering. Jurnal Pemikiran dan Gagasan Vol II , 35.
Hj. Ike Kusdyah Rachmawati, S. M. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: ANDI Publisher.
Iqbal, M. (1985). Zakah, Moderation, and Aggregate Consumption in an Islamic Economy. Journal Research Islamic Economics , 45-61.
Kahf, M. (1998). Financing The Development of Awqaf Property. Paper Prepared for "the Seminar on Development of Awqaf" (p. 537). Kuala Lumpur: IRTI.
Khatimah, H. (2004). Pengaruh Zakat Produktif terhadap Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Para Mustahik. Jakarta: Pascasarjana-UI.
Nurlita, E. (2017). Pengaruh Zakat Terhadap Konsumsi Rumah Tangga Mustahik. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam , Vol 3, No.2.
Qadir, A. (2001). Dalam Dimensi Mabdah dan Sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persad.
Rahardja, P., & Manurung, M. (2008). Teori Ekonomi Makro. Jakarta: LPFEUI.
Simanjuntak, P. (2001). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE UI.
Sukirno, S. (2011). Ekonomi Mikro, edisi ketiga. Jakarta Utara: PT. Raja Grafindo Persada.
Sumar'in. (2013). Ekonomi Islam Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Yogyakarta: Garaha Ilmu.
Suroto. (1990). Strategi Pembangunan Kesempatan Kerja. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Umar, M. (2008). Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif. Jakarta: GP Press.





Undang Undang Pengelolaan Zakat


A.    Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh serta Pengimplementasiannya di Indonesia
a.       Pengelolaan Zakat Menurut UU No. 23 Tahun 2011
            Pengelolaan zakat berarti cara mengelola zakat, namun yang dimaksudkan disini merupakan bagaimana memperlakukan zakat mulai dari pengumpulan hingga pendistribusiannya. Dalam UU No. 23 tahun 2011 tentang "pengelolaan zakat" telah dijelaskan dengan gamblang bagaimana pengelolaan zakat dan telah disebutkan juga lembaga - lembaga yang berwenang untuk mengurus aliran zakat agar terdistribusi dengan benar dan sesuai ajaran agama. (Safriani, 2016) Berikut merupakan gambaran bagaimana zakat dikelola :
Menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
1. Pada bab I pasal 2 disebutkan bahwa "Pengelolaan zakat berasaskan:
a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas.

2. Pada bab yang sama dan pada pasal 3 disebutkan bahwa
"Pengelolaan zakat bertujuan:
a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan."
3. Pada bab II dalam UU terkait membahas tentang pihak pengelola zakat, disitu disebutkan bahwa pengelola zakat ada dua macam yaitu BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat). Masing - masing memiliki tugas yang berbeda dimana BAZNAS bertugas untuk mengelola zakat ditingkat nasional, provinsi, kabupaten / kota. Selain utu, BAZNAS bertanggung jawab penuh kepada Presiden dengan cara membut laporan tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan DPR RI paling sedikit satu kali dalam setahun. Sedangkan untuk LAZ memiliki tugas untuk membantu BAZNAS dalam melaksanakan tugasnya, dan LAZ berkewajiban untuk melaporkan pelaksanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah di audit kepada BAZNAS secara berkala.
4. Pada bab III dalam UU terkait dijabarkan mengenai pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan, hingga pelaporannya. Dibawah ini akan dibahas satu persatu mulai dari pengumpulan hingga pelaporan :
4.1. Pasal 21 sampai pasal 24 (pengumpulan) disebutkan bahwa muzaki dapat menghitung kewajiban zakatnya sendiri, tetapi jika tidak bisa melakukannya maka muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS, kemudian BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki yang dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
4.2.Pasal 25 dan pasal 26 (pendistribusian) disebutkan bahwa pendistribusian zakat wajib didistribusikan keada mustahik sesuai dengan syariat islam berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
4.3.Pasal 27 (pendayagunaan) menjelaskan jika zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat, pendayagunaan zakat ini dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
4.4. Pasal 28 (pengelolaan ZIS dan dana sosial lain) menyatakan bahwa BAZNAS dan LAZ tidak hanya menerima zakat. Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infaq, shodaqoh, dan dana sosial lainnya yng harus dicatat dalam pembukuan tersendiri. Untuk pendistribusian dan pendayagunaannya  dilakukan sesuai syariat islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang dikatakan oleh pemberi.
4.5.Pasal 29 (pelaporan) menjelaskan bahwa sistem pelaporan untuk lembaga amil zakat itu meruncing keatas, maksudnya adalah semakin besar cakupan wilayahnya dan tugasnya maka pertanggung jawabannya semakin tinggi pula.
b.      Implementasi di Indonesia
Pengelolaan zakat  menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat beberapa sudah dapat dilakukan di Indonesia, diantaranya :
1. Asas - asas pengelolaan zakat yang sudah sesuai dengan UU terkait yang mencakup syariat islam, amanah, manfaat, adil, dll.
2. Sudah banyak lembaga - lembaga yang bergerak dibidang amil zakat seperti BAZNAS, lumbung rezeki, beberapa LAZ yang diakui (LAZ Dompet Dhuafa Republika, LAZ Yayasan Amanah Tafakul, dll.)
3. Pendistribusian zakat kepada mustahik yang tepat sesuai dengan syariat islam.

B.     Mekanisme Pengelolaan hasil zakat, Infaq, dan Shadaqah
Dalam pengelolaan hasil zakat, terdapat istilah pendistribusian dan pendayagunaan. Istilah pendistribusian yang berarti penyaluran atau pembagian kepada orang-orang yang berhak mendapatkan zakat (mustahiq) secara konsumtif. Sedangkan istilah pendayagunaan berasal dari kata daya-guna yang berarti dapat menghasilkan hasil atau manfaat. Istilah pendayagunaan ini dapat diartikan pemberian zakat kepada mustahiq secara produktif dengan tujuan agar zakat dapat mendatangkan manfaat.  (Hafidhuddin, 2002)
Pengelolaan hasil zakat adalah inti dari seluruh kegiatan pengumpulan zakat. Dalam mengoptimalkan fungsi zakat sebagai amal ibadah sosial mengharuskan pendistribusian  zakat diarahkan pada model konsumtif dan model produktif, akan tetapi yang paling disarankan yakni pada model produktif seperti ketentuan yang tercantum dalam UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.

Para amil zakat dapat melakukan pembagian porsi hasil pengumpulan zakat, misalanya 60% untuk zakat konsumtif dan 40% untuk zakat produktif. Hasil pengumpulan zakat secara konsumtif bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustaḥiq melalui pemberian langsung, maupun melalui lembaga-lembaga yang mengelola fakirmiskin, panti asuhan, maupun tempat- tempat ibadah yang mendistribusikan zakat kepada masyarakat. Sedangkan program penyaluran hasil zakat secara produktif dapat dilakukan melalui program bantuan  pendidikan gratis dalam bentuk beasiswa, pelayanan kesehatan gratis, dan lain sebagainya. Sistem pendistribusian zakat, infaq, dan shadaqah yang dilakukan haruslah mampu mengangkat dan meningkatkan taraf hidup umat Islam, terutama para penyandang masalah sosial karena baik Lembaga Amil Zakat maupun Badan Amil Zakat Nasional memiliki misi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.  (Safriani, 2016)

C.    Peranan Pemerintah dalam Pengelolaan Zakat
Indonesia merupakan negara yang berpenduduk mayoritas muslim, sehingga sangatlah wajar apabila zakat disosialisasikan dan dikembangkan dengan baik dikalangan umat Islam. Dalam proses ini pemerintah dapat memerankan diri sebagaimana yang diperankan oleh khalifah Abu Bakar, hanya saja yang membedakannya adalah perangkat hukum yang diperlukan dalam pelaksanaan zakat.
Ada tiga hal yang bisa diperankan oleh pemerintah dalam pengelolaan zakat, yaitu:
a.  Pemerintah dapat berperan secara penuh sebagai penanggung jawab, pelaksana atau pengelola dan sekaligus menjadi kekuatan penekan.
b.  Pemerintah hanya menjadi kekuatan penekan, sedangkan peran yang lainnya diserahkan kepada lembaga swasta.
c.  Pemerintah memiliki wewenang sebagai penindak dan pemberi sanksi kepada pengingkar zakat, selain itu lembaga swasta zakat juga dapat  melaporkan pengingkar zakat kepada pemerintah. (Subianto, 2004)


REFERENSI
Hafidhuddin, D. (2002). Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press.
Safriani, A. (2016). Tanggung Jawab Negara Terhadap Pengelolaan Zakat Menurut Undang - Undang. Jurnal Jurisprudentie , 3.
Subianto, A. (2004). Shadaqah, Infaq, dan Zakat Sebagai Instrumen Untuk Membangun Indonesia Bersih, Sehat, dan Benar. Jakarta: Yayasan Bermula Dari Kanan.




Jumat, 27 September 2019

Sedekah, Infaq Dan Wakaf


Pembahasan
1.      INFAQ
1.1 Pengertian Infaq
Secara bahasa infaq berasal dari Bahasa Arab yang asal katanya anfaqu-yunfiqu yang bermakna membelanjakan atau membiayai. Infaq menurut syariat adalah meneluarkan sebagian dari harta atau penghasilan untuk kepentingan sosial yang diperintahkan ajaran agama islam. Dalam Al-Qur’an infaq memiliki pengertian yang beragam, dalam surah At-Talaq ayat 6 dan 7 infaq berarti nafkah wajib seorang suami kepada istri dan anak. Pada Al-Imron ayat 92 bermakna sebagai anjuran menyedekahkan harta. Dapat disimpulkan bahwa pengertian infaq dalam Al-Qur’an yang meliputi aktivitas pengeluaran uang baik kewajiban berupa zakat,  kewaiban menafahi keluarga, dan menyisihkan untuk kepentingan bermasyarakat. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan diluar zakat untuk kemaslahatan umum.

1.2 Dasar Hukum Infaq
Surat al-Isra’ ayat 100
قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا لَأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الْإِنْفَاقِ ۚ وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًا
Artinya:
Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasaiperbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku,niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takutmembelanjakannya". Dan adalah manusia itu sangatkikir.”
Surat Adz-Dzariyat ayat 19
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Artinya:
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orangmiskin yang meminta dan orang miskin yang tidakmendapat bagian.“
Surat al Baqarah ayat 245
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطوَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَُ 
Artinya:
“ Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalanAllah), maka Allah akan melipatgandakan pembayarankepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allahmenyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan.”

1.3 Rukun dan Syarat Infaq
Dalam infaq yaitu memiliki rukun, yaitu :
-          Penginfaq, yaitu orang yang berinfaq, penginfaq tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1)      Penginfaq karena suatu alasan,
2)      Penginfaq bukan orang yang dibatasi haknya
3)      Penginfaq itu orang dewasa, bukan anak yang kurang kemampuannya;
4)      Penginfaq itu tidak dipaksa, sebab infaq itu akad yang mensyaratkan keridhaan dan keikhlasan apa yang diinfaqkan;

-          Orang yang diberi infaq, yaitu orang yang menerima infaq dari penginfaq, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1)      Benar-benar ada waktu diberi infaq. Bila benar-benar tidak ada, atau diperkirakan adanya, misalnya dalam bentuk janin maka infaq tidak sah.
2)      Dewasa atau baligh berarti apabila orang yang diberi infaq itu ada di waktu pemberian infaq, akan tetapi ia masih kecil atau gila, maka infaq itu diambil oleh walinya, pemeliharaannya, atau orang yang mendidiknya, sekalipun dia orang asing.

-          Sesuatu yang diinfaqkan, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1)      Benar-benar ada barangnya.
2)      Harta yang bernilai.
3)      Dapat dimiliki zatnya, yakni bahwa yang diinfaqkan adalah apa yang biasanya dimiliki, diterima peredarannya, dan pemilikannya dapat berpindah tangan. Maka tidak sah menginfaqkan air di sungai, ikan di laut, burung di udara.
4)      Tidak berhubungan dengan tempat pemilik penginfaq, seperti menginfaqkan tanaman, pohon atau bangunan tanpa tanahnya. Akan tetapi yang diinfaqkan itu wajib hukmnya dipisahkan dan diserahkan kepada yang diberi infaq sehingga menjadi milik baginya.

1.4 Macam-macam Infaq
a.       Infaq secara hukum terbagi menjadi empat macam yaitu sebagai berikut :
Infaq Mubah yaitu mengeluarkan harta untuk perkara-perkara mubah seperti belajar, berdagang, bercocok tanam.
b.      Infaq Wajib yaitu infaq yang tidak dapat ditinggalkan, mengeluarkan harta untuk perkara wajib seperti membayar mahar (maskawin), menafkahi istri, menafkahi istriyang ditalak dan masih dalam keadaan iddah.
c.       Infaq Haram yaitu mengeluarkan harta dengan tujuan yang diharamkan oleh Allah
d.      Infaq Sunnah yaitu mengeluarkan harta dengan niat tulus bersedekah berup harta benda.

1.5 Yang Dapat Membatalkan Infaq
      Berikut ini hal-hal yang dapat membatalkan infaq:
a.       Al-mann atau membangkit-bangkitkan.
b.      Al-Aza atau menyakiti.
c.       Riya’ atau memperlihatkan.

1.6 Urutan Pendistribusian Infaq
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 215 dalam mengatur pendistribusian infaq
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya”.
a.       Orang tua (walidain), nafkah ayah dan ibu wajib dipenuhi terlebih dahulu oleh anak-anaknya sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Luqman ayat 15 “Dan pergaulilah keduanya di dunia ini dengan baik.”
b.      Setelah kedua orang tua, Allah menyebutkan selanjutnya yaitu kerabat. Adapun yang dimaksud kerabat, yaitu saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dan bibi (dari ayah/ibu). Hal ini dikarenakan seorang tidak mungkin memenuhi kepentingan kepada semua orang fakir miskin. Kerabat merupakan orang yang paling akrab hubungannya dengan kerabat satunya, sehingga mereka saling memperhatikan keadaan satu sama lain.
c.       Anak yatim yang pada dasarnya anak yatim termasuk dalam kategori fakir dan miskin dikarenakan keluarga keduanya meninggal, sehingga membutuhkan orang disekitarnya yang menanggung biaya hidup dan memeliharanya.
d.      Orang-orang Miskin. Orang miskin yaitu mereka yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya sehari-hari dan orang yang menjadi tanggungannya tetapi tidak sepenuhnya tercukupi.
e.       Ibnu sabil ialah seorang musafir muslim yang sedang sangat membutuhkan bekal perjalanan. Menurut Ahmad Azhar, Ibnu Azhar adalah orang yang sedang dalam perantauan atau perjalanan kekurangan atau kehabisan bekal untuk biaya hidup atau melanjtkan perjalanan pulang ke tempat asalnya. Yang termasuk golongan ini adalah pengungsi pengungsi yang meninggalkan kampungnya untuk menyelamatkan diri atau agamanya dari tindakan penguasa yang sewenang-wenang.

1.7 Hikmah Berinfaq
a)      Berinfaq sebagai penyuci dan pembersih harta kekayaan.
b)      Sebagai bentuk ketundukan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya.
c)      Orang mukmin berada dalam naungan infaq dan shadaqahnya pada hari kiamat.
d)     Berinfaq menghindarkan musibah, bencana dan menjauhkan kematian yang buruk.
e)      Berinfaq ialah tanda dan bukti nyata keimanan kepada Allah SWT yang benar.
f)       Allah memberi ganti dengan berlipatganda bagi yang berinfaq.

2.      SEDEKAH
2.1  Pengertian Sedekah
Sedekah merupakan perbuatan membantu orang lain dengan bermaksud untuk mencari pahala Allah SWT.
Sedekah berasal dari bahasa Arab yaitu șadaqa jama‟ dari shidqan yang memiliki artikejujuran.Dalam hal ini dapat berarti sedekah merupakan kegiatan yang memberikan seseorang secara sukarela, juga ikhlas lahir batin. (Azis, 2006). Sedekah juga tidak mengharapkan imbalan apapun serta mengharapkan ridho dari Allah serta untuk mendapatkan pahala semata (Sulaiman, 1976).Sedekah dapat dilakukan dengan tersenyum dengan saudara muslim, mengucapkan salam dan membantu orang tua yang berarti tidak harus berupa harta benda (Mardiah, 2013). Sedekah tidak ada takarannya seperti zakat dan tidak ada ketentuan paksaaan(Muhammad, 2014)

2.2  Hukum Sedekah
1.      Al – Qur’an (QS. Al-Baqarah : 245)
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُون
Artinya : “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan harta nya dijalan Allah), maka Allah akan melipat ganda kan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.

2.      Hadits
Sabda Rasulullah SAW : “Barang siapa memberi makan orang lapar, Allah SWT akan memberi nya makan dari buah buah Surga. Barang siapa memberi minum orang dahaga, Allah SWT akan memberi minum pada hari Kiamat dan wangi-wangi an yang di cap. Barang siapa yang memberi pakaian orang yang telanjang, Allah SWT akan memakaikan pakaian Surga yang berwarna hijau”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

2.3  Rukun dan Syarat Sedekah
Rukun :
1.      Pemberi sedekah
2.      Penerima sedekah
3.      Ijab dan Qabul
Syarat :
1.      Syarat bagi yang memberi yaitubenda itu benar benar miliknya dan berhak untuk mentasarrufkan.
2.      Syarat bagi yang memerina yaitu berhak untuk memiliki barang tersebut.
3.      Tidak ada persyaratan sesuatu yang di sedekahkan, baik berupa materil maupun non material.
2.4  Sedekah yang Tidak Diperbolehkan
Hukum sedekah diperbolehkan apabila barang yang disedekahkan adalah milik sendiri baik dari segi zatnya suci dan diperbolehkan dengan cara yang benar. Jika benda yang akan disedekahkan milik orang banyak maka hukumnya tidak sah untuk disedekahkan.
Zat yang disedekahkan harus halal. Dan zat yang dihukumi haram maka apabila disedekahkan hukumnya juga haram, sama halnya dengan menyedekahkan barang hasil curian. Selain itu, dalam bersedekah diwajibkan memperhatikan kebutuhan pokok diri sendiri,
2.5  Perkara yang Dapat Membatalkan Sedekah
Beberapa hal yang dapat menghilangkan pahala sedekah, antara lain :
1.      Al-mann ( membangkit-bangkitkan )
2.      Al-Adza( menyakiti )
3.      Riya’ ( memamerkan )
2.6  Macam Macam Sedekah
Menurut (Sanusi, 2009) bersedekah dibagi menjadi dua macam :
·         Sedekah Materi
Sedekah melalui harta benda atau kebutuhan lainnya.
·         Sedekah Non Materi
Diantaranya potensi tenaga dan potensi pikiran
Menurut Wahyu (2007: 15-22) macam sedekah :
·         Sedekah dengan harta duniawi berupa uang, pakaian, pangan, atau benda apapun yang dilihat oleh mata dan milik pribadi.
·         Sedekah yang bukan berupa harta duniawi, melainkan bisa dilihat dengan hati, yaitu sedekah yang berupa kebaikan, memberikan pertolongan, bahkan memberikan senyuman dapat diketegorikan sebagai sedekah.

2.7  Hikmah Sedekah
Sedekah merupakan suatu kegiatan yang memiliki nilai sosial tinggi.Pihak yang bersedekah, tidak hanya mendapatkan pahala dari Allah SWT.melainkan juga bisa menjadi media pembangun hubungan sosial yang baik terhadap sesama. Ada beberapa hikmah yang dapat diambil, yaitu sebagai berikut :
1.      Sesuai dengan hadis “Tangan di atas lebih baik dari tangan yang dibawah “, maka orang yang bersedekah lebih mulia dari orang yang menerimanya.
2.      Meningkatkan hubungan baik dengan lingkungan sosial
3.      Dapat membersihkan harta, menghilangkan sifat egois, serta meredam murka Tuhan.
4.      Orang yang ahli bersedekah senantiasa didoakan oleh dua malaikat.

3.      WAKAF
3.1  Pengertian Wakaf
Wakaf secara etimoligis berasal dari kata wakafa yakhifu wakhfan  yang memiliki arti menahan atau mengehentikan (al-habs)(Mardani, 2012). Beberapa ulama juga telah memberikan definisi wakaf dari sudut pandang terminologis yaitu sebagai berikut:
1.      Mahzab Syafi’i
a.       Menurut Imam Nawawi wakaf memiliki arti menahan harta yang dapat diambil manfaatnya akan tetapi bukan untuk dirinya sendiri sementara benda tersebut tetap ada padanya dan dimanfaatkan untuk kebaikan serta mendekatkan pada Allah
b.      Menurut Ibn Hajar Al-Haitami dan SyaikhUmairah menjelaskan bahwa wakaf yaitu menahan harta yang bisa dimafaatka serta menjaga keutuhan harta tersebut dengan memutuskan hak kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal yang diperbolehkan
2.      Mahzab Hanafi
Menurut Imam Syarkhasi wakaf adalah menahan harta dari jangkauan kepemilikan orang lain
3.      Mahzab Maliki
Wakaf menurut Ibnu Arafah ialah memberikan suatu manfaat dalam kepemilikan meski hanya perkiraan.

3.2  Dasar Hukum Wakaf
Menurut para ulama ada beberapa dasar hukum wakaf (Suhendi, 2014),yaitu :
1.      Al-Qur’an surat Al Hajj ayat 77
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya :“berbuatlah kamu akan kebaikan agar kamu dapat kemenangan”.

2.    Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 92
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“akan mencapai kebaikan bila kamu menyedekahkan apa yang masih kamu cintai”.

3.    Hadis
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan (mengajar maupun karangan), atau do’a anak yang sholeh untuk orang tuanya” (HR. Muslim)

3.3  Rukun dan Syarat Wakaf
Adapun rukun wakaf, antara lain:
1.      Orang yang melakukan wakaf (wakif), syaratnya baigh, berakal sehat dan tidak terpaksa.
2.      Benda atau harta yang di wakafkan (mauquf), syaratnya kekal zatnya dan dapat diambil manfaatnya (bernilai), milik orang yang mewakafkan, dan tahan lama untuk digunakan.
3.      Tujuan wakaf (maukuf alaihi), syaratnya tidak bertentangan dengan nilai ibadah.
4.      Pernyataan wakaf (sighat wakaf) baik dalan bentuk lisan, tulisan maupun isyarat.

Adapun syarat wakaf diantaranya:
1.      Wakaf tidak dibatasi oleh waktu atau dapat diartikan berlaku selamanya
2.      Tujuan wakaf harus jelas
3.      Setelah adanya ijab harus segera melaksanakan wakaf

3.4  Ketentuan Wakaf
Menurut Ahmad Azhar Basyir ketentuan wakaf  sebagi berikut :
1.      Harta wakaf harus tetap (tidak dapat dipindahkan kepada orang lain baik dijual belikan, dihibahkan maupun diwariskan)
2.       Harta wakaf terpisah dari hak milik dari orang yang mewakafkan
3.      Harta wakaf berupa tanah dan sebagainya yang tahan lama dan tidak musnah sekali digunakan
4.      Wakaf  berlaku  seketika dan untuk selamanya (wajib dilaksanakan) tanpa  adanya khiyar (membatalkan/melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan)(Basyir, 1983)

3.5   Macam – Macam Wakaf
Menurut para ulama wakaf dibagi menjadi 2, yaitu :
1.      Wakaf Ahli (khusus)
Merupakan wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, baik keluarga wakif atau orang lain, misalnya seseorang mewakafkan diperpustakaan pribadinya untuk keturunannya yang mampu menggunakan.
2.      Wakaf Khairi
Merupakan wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum dan tidak ditujukan pada orang tertentu, misalnya seseorang mewakafkan sebidang tanah untuk dijadikan masjid yang dapat bermanfaat bagi orang disekitarnya.

3.6  Ruang Lingkup Jenis Harta Benda Wakaf
Ruang lingkup jenis harta benda wakaf tidak hanya pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, namun dapat pula berupa benda yang bergerak.
Menurut Ketentuan Pasal 16 Ayat (2) Undang-Undang  Nomor 41 Tahun 2004, ruang lingkup jenis harta benda tidak bergerak yang diwakafkan adalah sebagai berikut :
a.       Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku, baik yang sudah terdaftar ataupun yang belum terdaftar
b.      Bangunan yang berdiri diatas tanah sebagaimana yang dimaksud diatas
c.       Tanaman atau benda lain yang berhubungan dengan tanah
d.      Hak atas milik satuan rumah sesuai dengan ketentuan undang-undang
e.       Benda tidak bergerak sesuai dengan ketentuan syariah dan undang-undang
Dalam Pasal 16 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 telah diatur ruang lingkup jenis benda yang bergerak, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b adalah harta benda yang tidak dapat habis karena dikonsumsi, seperti:
a.       Uang
b.      Logam mulia
c.       Surat berharga
d.      Kendaraan
e.       Hak atas kekayaan intelektual
f.       Hak sewa
g.      Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang undangan yang berbeda.
3.7  Penyelesaian Sengketa Wakaf
Sengketa wakaf diselesaikan oleh Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Agung. Dasar hukum yang berlaku di Indonesia terkait dengan sengketa wakaf adalah Pasal 226 KHI, Pasal 61 ayat (1) dan (2) UU No. 41 Tahun 2004, dan UU No. 3 Tahun 2006. Semakin berkembangnya wakaf di Indonesia, penyelesaian permasalahan wakaf perlu peraturan undang-undang baru sebagai paying hukum yang mengatur dan memberikan kewenangan kepada lembaga Pengadilan Agama

3.8  Hikmah Wakaf
a.       Harta benda yang diwakafkan tetap terpelihara dan terjamin tidak perlu khawatir barangnya hilang atau pindah tangan karena barnag wakaf tidak boleh dijual atau dihibahkan  atau diwariskan,
b.      Mendapatkan pahala dari Allah, walaupun sudah meninggal masih terus menerima pahalaselagi barang wakaf masih ada dan dimanfaatkan,
c.       Dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat,
d.      Dapat mencapai kemajuan umat Islam.




REFERENSI
Azis, A. D. (2006). Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Py. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Basyir, A. (1983). Wakaf Ijarah dan Syirkah. Bandung: Alma'arif.
Hastuti, Qurratul Aini Wara. 2016. Ziswaf: Infaq tidak dapat dikategorikan
sebagai pungutan liar. Vol.3 No 1
Hidayat, A. S. (2012). Analisis Tatakelola dan Distribusi Zakat pada Lembaga Zakat, Infaq, Shodaqah (LAGZIS) di Malang. Jurnal Humanity, VII.
Mardani. (2012). Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: PT FajarInterpratama Mandiri.
Mardiah, R. (2013). Konsep Sedekah dalam Perspektif Pendidikan Islam. Yogyakarta.
Muhammad, N. (2014). Dampak Shadaqah pada Keberlangsungan Usaha. JESTT.
Nufus, Zakiatun. 2018 . Optimalisasi manajemen dana zakat, infaq dan shodaqoh dalam meningkatkan taraf hidup mustahuq pada badan amil zakat nasional kota bandar lampung. Master Thesis, UIN Raden Intan Lampung.
Sanusi, M. (2009). The Power of Sedekah. Yogyakarta: Pustaka Insan madani.
Suhendi, H. (2014). Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Paersada.
Sulaiman, R. (1976). Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyah.
 Usman, Rahmandi. 2013. Hukum Perwakaan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Lubis, Surrawardi dkk. 2010. Wakaf dan Pemberdayaan Umat. Jakarta: Sinar Grafika