Minggu, 20 Oktober 2019

Pendistribusian Dana Zakat pada Baznas dan Laz di Jawa Timur


Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbsesar di dunia. Islam ialah sebuah agama yang bersifat universal yang didalam nya tidak hanya mengajarkan tentang hubungan anatara manusia dengan tuhan nya saja akan tetapi didalam islam juga mengatur tentang hubungan antara manusia dengan manusia yang biasa disebut dengan muamalah. Muamalah adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan, yakni melalui kegiatan perekonomian. Islam mengajarkan untuk bermuamalah yang sesuai dengan Al Quran dan Hadist agar dapat menjamin keselamatan kesejahteraan , dan kemakmuran masyarakat. Jadi dalam hal ini islam sangat menilai pentingnya keadilan agar dapat tercipta masyarakat adil, makmur dan sejahterah. Hal tersebut diwujudkan melalui salah satu lembaga yang disebut dengan Zakat. Zakat merupakan rukun islam yang memiliki fungsi untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam bidang ekonomi sehingga tidak terjadi kerenggangan antara orang miskin dan orang kaya.
Negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk mayoritas penduduk muslim memiliki potensi yang sangat besar jika dimanfaatkan dengan baik sebagai pengelola dana zakat, infaq dan sedekah. Di Indonesia sendiri telah ada lembaga pengeloaan zakat yang telah diakui oleh pemerintah lembaga tersebut ialah Badan Amil Zakat(BAZ) Dan lembaga Amil Zakat (LAZ). Kedua Lembaga tersebut mendistribusikan Dana Zakat di Indonesia melalui dua macam kategori yakni, Zakat Untuk Konsumtif dan Zakat Untuk Produktif. Badan amil zakat nasional adalah sebuah organisasi yang memiliki tugas untuk mengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah. Baznas berkedudukan ditiap tiap kabupaten atau kota. Salah satunya ialah baznas jawa timur, baznas Surabaya dan baznas gresik. Rata rata yang membayarkan zakat nya di baznas ialah pejabat, PNS, Dan birokrat. Mekanisme yang digunakan dalam pembayaran zakat penghasilan ialah dapat dilakukan dengan cara potong gaji langsung akan tetapi harus dengan persetujuan dari PNS yang bersangkutan. Cara lain nya ialah dengan melakukan pembayaran secara langsung. Meskipun dalam hal terebut baznas memiliki segmen utama yaitu pejabat dan pegawai lingkungan pemerintah daerah, baznas juga menerima pembayaran zakat yang dilakukan oleh masyarakat umum. Akan tetapi dalam realita nya pembayaran zakat yang dilakukan oleh PNS dan Masyarakat umum tidak menyalurkannya melalui baznas. Hal tersebut merupakan salah satu kendala karena kesadaran masyarakat dalam membayar zakat dan kurang nya kepercayaan terhadap lembaga BAZNAS sangat rendah. Hal tersebut mempengaruhi jumlah penerimaan Baznas. berdasarkan data BAZNAS Jatim potensi penerimaan zakat dijawa timur tahun 2012 mencapat 13.359.000,00.
Penyaluran Baznas Dan Laz Juga Berbeda Penyaluran BAZNAS pada umumnya didistribusikan bersinergi dengan Program yang diterapkan oleh pemerintah berbeda dengan laz yang biasanya bersinergi dengan kegiatan inti lembaga induk dan pemberdayaan masyarakat, laz juga pada umumnya bersinergi dengan beberapa kegiatan salah satunya ialah pesanteren, masjid dan yayasan anak yatim. Laz Baitul Maal Hidayatullah dibawah yayasan Hidayatullah dimana Laz Ini menauungi kegiatan dakwah, pendidikan sekolah Islam dan pesantren. Dalam upaya untuk meningkatkan potensi penerimaan zakat, bmh melakukannya dengan cara jemput zakat dimana amil memiliki tugas untuk menggali potensi zakat melalui donator tetap selain itu juga melayani pembayaran zakat yaitu dengan cara mendatangi kerumah atau kantor. Selain itu terdapat LAZ Masjid alfalah Dimana yayasan tersebut mengelola masjid dan lembaga pendidikan Al Falah. Dalam hal untuk meningkatkan pendapatan zakat YDSF mempunyai metode yang berbeda jika dibangdingkan BMH. YDSF membuka sebuah konter di tepat pemberlanjaan dengan dibukanya konter tersebut memiliki tujuan agar kesadaran akan berzakat dapat meningkat.
Dana Zis Yang dikelola Baznas atau Laz ini disalurkan kedalam berbagai bidang diantaranya yaitu untuk pendidikan, pemberdayaan ekonomi, peningkatan akivitas dakwah atau bantuan kemanusian adapun pendistribusian dana zakat diatur menurut kriteria delapan asnaf yang telah diatur dalam Al Quran dan tidak boleh untuk yang lain. Adapun kedelapan asnaf tersebut ialah Fakir, Miskin, Amil, Mualaf, gharim, Sabilillah, Ibnu Sabil yang diatur dalam al quran.
Pendistribusian Dana Zakat Infaq Dan Shadaqoh yang dilakukan oleh baznas jatim atas azas berhasil guna dan berdaya guna, pada tahun 2013 baznas jatim nedistribuskan untuk 5 kegiatan utama antara lain :
1.      Program Ekonomi (Jatim Makmur)
Dalam rangka untuk pendistribusian dalam bidang ekonomi BAZNAS daerah Jawa Timur Mengimplementasikan nya untuk zakat produktif ke berbagai kegiatan antara lain :
a.       Memberikan pelatihan keterampilan Kepada UMK Yang bekerjasama dengan balai latihan kerja dan dinas koperasi.
b.      Para Mustahik diberikan sebuah bantuan untuk alat kerja agar dapat memulai dan mengembangkan usaha
c.       Memberikan bantuan berupa modal tambahan yang diberikan kepada UMKM . modal bergilir yang digunakan dengan akad Qard Hasan bantuan tesebut diberikan kepada Ukm yang ushanya telah beroperasi
2.      Program Pendidikan (Jatim Cerdas)
Program selanjutnya ialah pendistribusian dana zakat pada bidang pendidikan, pada bidang ini diutamakan dalam pemberian beasiswa. Program ini dulunya hanya diperuntukan kepada siswa SD, SLTP, Dan SLTA. Namun pada tahun 2006 Baznas Daerah Jawa Timur Lebih berfokus menyalurkan dana nya pada SLTA/MA/Diniyah Ulya dan Mahasiswa.



3.      Program kesehatan (Jatim sehat)
Program ini bertujuan umtuk memberikan sebuah pelayanan untuk Dhuafa, dalam program ini terbagi menjadi 2 macam kegiatan yaitu kegiatan bersifat reaktif incidental dan proaktif elektif. Untuk program incidental diarahkan keadalam bentuk pengobatan missal dimana program ini tersebar di berbagai daerah yang merupakan daerah rawan penyakit dan Miskin. Sedangkan untuk program elektif diimplementasikan kedalam bentuk pembukaan pos pelayanan yang tersebar diberbagai pemukiman dhuafa yakni berada di ketintang, keputran, medokan dan menanggal.
4.      Program Sosial (Jatim Peduli)
                 Dana zakat selanjutnya digunakan untuk program sosial dimana dalam program ini diutamakan untuk menolong fakir dan miskin yang sedang tertimpa musibah. Program yang diberikan ini berupa bantuan komsumtif yaitu berupa santunan. Dalam program ini dibagi menjadi 2 model yaitu Insidental dan Berkelanjutan. Santunan incidental yang diberikan diarahkan untuk memperbaiki rumah dan bantuan yang diakibatkan oleh bencana alam yang tersebar di berbagai wilayah. Untuk santunan berkelanjutan ialan berbentuk bantuan fakir setiap bulan.
5.      Program Dakwah (Jatim Taqwa)
          Program yang terakhir ialah program dakwah yang lebih berfokus sebagai penguatan keimanan para dhuafa. Selain tiu untuk mensosialisasikan zakat kepada masyarakat. Dalam program ini nantinya akan dikirimkan beberapa Dai ke masyarkat yang dapat berceramah untuk khutbah jum’at atau juga sebagai safari ramadhan di instansi.

           Baznas Jatim memiliki tugas yaitu pengumpulan, pendistribusian dan pemberdayaan usaha kecil menengah. Tujuan Dari Baznas Ialah untuk mengaplikasinya dana zakat yang telah dibayarkan kedalam program program kegiatan ekonomi agar ekonomi masyarakat dapat meningkat dan membangun ketahan ekonomi mikro. Upaya baznas dalam penataan pedagang yaitu dengan memberikan para pedagang tersebut sebuah bimbingan, pelatihan dan pendampingan dari BAZNAS, kegiatan tersebut memiliki tujuan untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan Mustahik, dikarenakan para mustahik tersebut memiliki potensi yang bisa dikembangkan dan mereka membutuhkan sebuah dorangan atau motivasi.


Referensi
1.      FIRDAUS, GLADIS DESITA. 2018. OPTIMALISASI PENYALURAN ZAKAT MELALUI PROGRAM EKONOMI JATIM MAKMUR DI BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS) PROVINSI JAWA TIMUR UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MUSTAHIK. SKRIPSI
2.      Purbasari, Indah. 2015. PENGELOLAAN ZAKAT OLEH BADAN DAN LEMBAGA AMIL ZAKAT DI SURABAYA DAN GRESIK. MIMBAR HUKUM Volume 27, Nomor 1.
3.      AFDLOLUDDIN. 2015ANALISIS PENDISTRIBUSIAN DANA ZAKAT BAGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Pada Lembaga Amil Zakat Dhompet Dhuafa Cabang Jawa Tengah). Skripsi

Jumat, 04 Oktober 2019

Pengaruh zakat terhadap konsumsi agregat dan pasar kerja


PEMBAHASAN
Teori Konsumsi
            Rahardja & Manurung (2008) menjelaskan teori konsumsi yang diajukan oleh John Maynard Keynes. Teori ini biasanya disebut  Keynesian Consumption Model. Menurut Keynes, konsumsi saat ini dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini, sehingga berlaku fungsi C = f(Y), di mana konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan. Namun ada batasan konsumsi minimum yang tidak tergantung pada tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi harus dipenuhi walaupun tingkat pendapatan sama dengan 0. Hal ini disebut konsumsi otonom (autonomous consumption). Apabila pendapatan disposabel meningkat maka konsumsi juga akan meningkat, namun peningkatan konsumsi tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel. Lebih lanjut, Rahardja dan Manurung (2008) memaparkan beberapa faktor yang memengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga,  antara lain adalah pendapatan rumah tangga, kekayaan rumah tangga, jumlah barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat, tingkat bunga, perkiraan tentang masa depan, kebijakan pemerintah mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan, jumlah dan komposisi penduduk (usia, pendidikan, dan wilayah tinggal), serta faktor sosial budaya.
            Iqbal (1985) menjelaskan teori konsumsi Islam yang dikemukakan oleh Ausaf dan Metwally bahwa MPC mustahik lebih tinggi daripada muzakki sehingga MPC, APC, dan konsumsi agregat dalam ekonomi Islam akan lebih tinggi daripada ekonomi sekuler. Dimulai dari fungsi konsumsi Keynes: CS  = a + bY  dalam  ekonomi sekuler. Untuk memperoleh fungsi konsumsi agregat, penduduk dibagi menjadi dua kelompok yaitu muzakki (pembayar zakat) dan mustahik (penerima zakat).  Muzakki mentransfer proporsi tertentu (α) dari pendapatannya  kepada  mustahik  karena pungutan wajib zakat.

Pasar Kerja
Menurut  Suroto (1990), Pasar Kerja adalah seluruh kebutuhan dan persediaan tenaga kerja, atau seluruh permintaan dan penawaran dalam masyarakat dengan seluruh mekanisme yang memungkinkan adanya transaksi produktif diantara orang menjual tenaganya dengan pihak pengusaha yang membutuhkan tenaga tersebut.
            Pasar kerja adalah area bebas yang di mana pekerja dapat direkrut untuk mengisi berbagai macam posisi, seperti sekretaris, mekanik, kasir, dan sebagainya.
 menurut Simanjuntak (2001 : 101), pasar kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pelaku ini terdiri dari :
1. Yang membutuhkan Pengusaha tenaga.
2. Pencari Kerja
3. Perantara atau pihak ketiga yang memberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk saling berhubungan.

Pengaruh Zakat terhadap Konsumsi Agregat

Pengaruh zakat terhadap perilaku konsumsi tergantung pada empat faktor :
1.      Perbedaan hasrat konsumsi muzakki dan mustahik
2.      Tingkat jumlah penduduk yang menerima zakat
3.      Nilai zakat yang tersalurkan pada qkelompok miskin
4.      Metode pendistribusian zakat pada mustahik
            Analisis zakat terhadap konsumsi juga dipengaruhi oleh perilaku konsumsi yang dianut masyarakat. Apabila perilaku konsumsi yang dianut adalah konsumsi konvensional, maka akan sulit membuat zakat mampu memberikan dampak pada kehidupan ekonomi. Akan tetapi jika perilaku konsumsi yang diterapkan adalah perilaku konsumsi islam, maka zakat akan berpengaruh pada volume konsumsi khususnya konsumsi agregat. (Nurlita, 2017)
            Dampak kecil dari distribusi zakat pada konsumsi mungkin disebabkan oleh digunakannya data konsumsi agregat umat muslim dan non muslim, sementara zakat yang terkumpul hanya disalurkan untuk memenuhi kebutuhan umat muslim saja. Dalam hal ini zakat berpengaruh secara tidak langsung terhadap konsumsi.
            Zakat yang didistribusikan kepada orang yang membutuhkan akan memberikan pengaruh lebih besar pada permintaan agregat karena kebutuhan konsumsi terhadap golongan ini cenderung lebih besar. Menurut Monzer Kahf (537:1998) terdapat beberapa studi bahwa beberapa ekonom muslim telah berpendapat bahwa secara agregat konsumsi akan bertambah sejalan dengan bertambahnya pendapat dari zakat.
            Pengaruh zakat pada fungsi konsumsi menurut Metwally disimpulkan sebagai berikut :
1.      Disebabkan zakat, baik APC maupun MPC akan lebih tinggi dalam ekonomi islam daripada ekonomi non islam (konvensional)
2.      Disebabkan zakat jurang pemisah investasi untuk menutupi kesenjangan antara pendapatan dengan konsumsi menjadi relative lebih kecil daripada tanpa menggunakan zakat
            Dapat disimpulkan bahwa pengaruh zakat terhadap konsumsi agregat adalah berbanding lurus. Bahwa secara agregat konsumsi akan bertambah sejalan dengan bertambahnya pendapatan dari zakat. Zakat yang didistribusikan akan memiliki dampak terhadap konsumsi agregat, namun dampaknya kecil karena zakat hanya didistribusikan kepada umat muslim.

Pengaruh Zakat terhadap Pasar Kerja
Zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang memiliki dampak horizontal yaitu sebagai gerakan dari distribusi kekayaan yang adil dan merata dan memberikan dampak positif bagi penerimanya. Pengelolaan dana zakat dapat didistribusikan melalui dana konsumtif dan dana produktif  (Umar, 2008). Dalam hal ini, akan dibahas dana produktif. Bagi penerima zakat dana produktif, dana tersebut dapat digunakan sebaagai modal usaha sehingga dapat mencukupi kebutuhannya. Oleh sebab itu zakat berpengaruh terhadap pasar kerja, karena secara tidak langsung dapat mengurangi pengangguran. Pengaruh zakat dalam perekonomian juga dapat meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan produktifitas perusahaan yang berimbas pada penyerapan tenaga kerja.  (Beik, 2009)
            Agus Khalifatullah Sadikin selaku kepala divisi baitul mal muamalat mengatakan bahwa baitul mal muamalat memiliki program zakat yang membantu pengentasan pengangguran melalui program komunitas usaha mikro muamalat berbasis masjid (KUM3). Pada dasarnya zakat itu mengandung makna produktif karena ditujukan untuk memberdayakan kaum fakir miskin dalam rangka keluar dari jeratan kemiskinan (Qadir, 2001).
            Dengan adanya zakat, permintaan tenaga kerja semakin bertambah dan akan mengurangi pengangguran. Zakat akan meningkatkan produksi dan investasi dalam dunia usaha sehingga permintaan tenaga kerja meningkat. Zakat memiliki peran signifikan untuk mengatasi pengangguran sekaligus kemiskinan (Khatimah, 2004). Tujuan zakat bukan hanya mengurangi pengangguran jangka pendek, akan tetapi juga bertujuan untuk mengentaskan pengangguran dalam jangka panjang, dengan cara mendayagunakan harta zakat untuk memodali mereka yang sebenarnya masih mampu mengembangkan dan mencukupi kebutuhan dirinya sendiri.


REFERENSI
Beik, I. S. (2009). Analisis Peran Zakat Dalam Mengentasi Kemiskina, Zakat & Empowering. Jurnal Pemikiran dan Gagasan Vol II , 35.
Hj. Ike Kusdyah Rachmawati, S. M. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: ANDI Publisher.
Iqbal, M. (1985). Zakah, Moderation, and Aggregate Consumption in an Islamic Economy. Journal Research Islamic Economics , 45-61.
Kahf, M. (1998). Financing The Development of Awqaf Property. Paper Prepared for "the Seminar on Development of Awqaf" (p. 537). Kuala Lumpur: IRTI.
Khatimah, H. (2004). Pengaruh Zakat Produktif terhadap Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Para Mustahik. Jakarta: Pascasarjana-UI.
Nurlita, E. (2017). Pengaruh Zakat Terhadap Konsumsi Rumah Tangga Mustahik. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam , Vol 3, No.2.
Qadir, A. (2001). Dalam Dimensi Mabdah dan Sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persad.
Rahardja, P., & Manurung, M. (2008). Teori Ekonomi Makro. Jakarta: LPFEUI.
Simanjuntak, P. (2001). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: LPFE UI.
Sukirno, S. (2011). Ekonomi Mikro, edisi ketiga. Jakarta Utara: PT. Raja Grafindo Persada.
Sumar'in. (2013). Ekonomi Islam Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Yogyakarta: Garaha Ilmu.
Suroto. (1990). Strategi Pembangunan Kesempatan Kerja. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Umar, M. (2008). Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif. Jakarta: GP Press.





Undang Undang Pengelolaan Zakat


A.    Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh serta Pengimplementasiannya di Indonesia
a.       Pengelolaan Zakat Menurut UU No. 23 Tahun 2011
            Pengelolaan zakat berarti cara mengelola zakat, namun yang dimaksudkan disini merupakan bagaimana memperlakukan zakat mulai dari pengumpulan hingga pendistribusiannya. Dalam UU No. 23 tahun 2011 tentang "pengelolaan zakat" telah dijelaskan dengan gamblang bagaimana pengelolaan zakat dan telah disebutkan juga lembaga - lembaga yang berwenang untuk mengurus aliran zakat agar terdistribusi dengan benar dan sesuai ajaran agama. (Safriani, 2016) Berikut merupakan gambaran bagaimana zakat dikelola :
Menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
1. Pada bab I pasal 2 disebutkan bahwa "Pengelolaan zakat berasaskan:
a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas.

2. Pada bab yang sama dan pada pasal 3 disebutkan bahwa
"Pengelolaan zakat bertujuan:
a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan."
3. Pada bab II dalam UU terkait membahas tentang pihak pengelola zakat, disitu disebutkan bahwa pengelola zakat ada dua macam yaitu BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat). Masing - masing memiliki tugas yang berbeda dimana BAZNAS bertugas untuk mengelola zakat ditingkat nasional, provinsi, kabupaten / kota. Selain utu, BAZNAS bertanggung jawab penuh kepada Presiden dengan cara membut laporan tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan DPR RI paling sedikit satu kali dalam setahun. Sedangkan untuk LAZ memiliki tugas untuk membantu BAZNAS dalam melaksanakan tugasnya, dan LAZ berkewajiban untuk melaporkan pelaksanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah di audit kepada BAZNAS secara berkala.
4. Pada bab III dalam UU terkait dijabarkan mengenai pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan, hingga pelaporannya. Dibawah ini akan dibahas satu persatu mulai dari pengumpulan hingga pelaporan :
4.1. Pasal 21 sampai pasal 24 (pengumpulan) disebutkan bahwa muzaki dapat menghitung kewajiban zakatnya sendiri, tetapi jika tidak bisa melakukannya maka muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS, kemudian BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki yang dapat digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
4.2.Pasal 25 dan pasal 26 (pendistribusian) disebutkan bahwa pendistribusian zakat wajib didistribusikan keada mustahik sesuai dengan syariat islam berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
4.3.Pasal 27 (pendayagunaan) menjelaskan jika zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat, pendayagunaan zakat ini dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
4.4. Pasal 28 (pengelolaan ZIS dan dana sosial lain) menyatakan bahwa BAZNAS dan LAZ tidak hanya menerima zakat. Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infaq, shodaqoh, dan dana sosial lainnya yng harus dicatat dalam pembukuan tersendiri. Untuk pendistribusian dan pendayagunaannya  dilakukan sesuai syariat islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukan yang dikatakan oleh pemberi.
4.5.Pasal 29 (pelaporan) menjelaskan bahwa sistem pelaporan untuk lembaga amil zakat itu meruncing keatas, maksudnya adalah semakin besar cakupan wilayahnya dan tugasnya maka pertanggung jawabannya semakin tinggi pula.
b.      Implementasi di Indonesia
Pengelolaan zakat  menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat beberapa sudah dapat dilakukan di Indonesia, diantaranya :
1. Asas - asas pengelolaan zakat yang sudah sesuai dengan UU terkait yang mencakup syariat islam, amanah, manfaat, adil, dll.
2. Sudah banyak lembaga - lembaga yang bergerak dibidang amil zakat seperti BAZNAS, lumbung rezeki, beberapa LAZ yang diakui (LAZ Dompet Dhuafa Republika, LAZ Yayasan Amanah Tafakul, dll.)
3. Pendistribusian zakat kepada mustahik yang tepat sesuai dengan syariat islam.

B.     Mekanisme Pengelolaan hasil zakat, Infaq, dan Shadaqah
Dalam pengelolaan hasil zakat, terdapat istilah pendistribusian dan pendayagunaan. Istilah pendistribusian yang berarti penyaluran atau pembagian kepada orang-orang yang berhak mendapatkan zakat (mustahiq) secara konsumtif. Sedangkan istilah pendayagunaan berasal dari kata daya-guna yang berarti dapat menghasilkan hasil atau manfaat. Istilah pendayagunaan ini dapat diartikan pemberian zakat kepada mustahiq secara produktif dengan tujuan agar zakat dapat mendatangkan manfaat.  (Hafidhuddin, 2002)
Pengelolaan hasil zakat adalah inti dari seluruh kegiatan pengumpulan zakat. Dalam mengoptimalkan fungsi zakat sebagai amal ibadah sosial mengharuskan pendistribusian  zakat diarahkan pada model konsumtif dan model produktif, akan tetapi yang paling disarankan yakni pada model produktif seperti ketentuan yang tercantum dalam UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.

Para amil zakat dapat melakukan pembagian porsi hasil pengumpulan zakat, misalanya 60% untuk zakat konsumtif dan 40% untuk zakat produktif. Hasil pengumpulan zakat secara konsumtif bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustaḥiq melalui pemberian langsung, maupun melalui lembaga-lembaga yang mengelola fakirmiskin, panti asuhan, maupun tempat- tempat ibadah yang mendistribusikan zakat kepada masyarakat. Sedangkan program penyaluran hasil zakat secara produktif dapat dilakukan melalui program bantuan  pendidikan gratis dalam bentuk beasiswa, pelayanan kesehatan gratis, dan lain sebagainya. Sistem pendistribusian zakat, infaq, dan shadaqah yang dilakukan haruslah mampu mengangkat dan meningkatkan taraf hidup umat Islam, terutama para penyandang masalah sosial karena baik Lembaga Amil Zakat maupun Badan Amil Zakat Nasional memiliki misi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.  (Safriani, 2016)

C.    Peranan Pemerintah dalam Pengelolaan Zakat
Indonesia merupakan negara yang berpenduduk mayoritas muslim, sehingga sangatlah wajar apabila zakat disosialisasikan dan dikembangkan dengan baik dikalangan umat Islam. Dalam proses ini pemerintah dapat memerankan diri sebagaimana yang diperankan oleh khalifah Abu Bakar, hanya saja yang membedakannya adalah perangkat hukum yang diperlukan dalam pelaksanaan zakat.
Ada tiga hal yang bisa diperankan oleh pemerintah dalam pengelolaan zakat, yaitu:
a.  Pemerintah dapat berperan secara penuh sebagai penanggung jawab, pelaksana atau pengelola dan sekaligus menjadi kekuatan penekan.
b.  Pemerintah hanya menjadi kekuatan penekan, sedangkan peran yang lainnya diserahkan kepada lembaga swasta.
c.  Pemerintah memiliki wewenang sebagai penindak dan pemberi sanksi kepada pengingkar zakat, selain itu lembaga swasta zakat juga dapat  melaporkan pengingkar zakat kepada pemerintah. (Subianto, 2004)


REFERENSI
Hafidhuddin, D. (2002). Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press.
Safriani, A. (2016). Tanggung Jawab Negara Terhadap Pengelolaan Zakat Menurut Undang - Undang. Jurnal Jurisprudentie , 3.
Subianto, A. (2004). Shadaqah, Infaq, dan Zakat Sebagai Instrumen Untuk Membangun Indonesia Bersih, Sehat, dan Benar. Jakarta: Yayasan Bermula Dari Kanan.